[How to] Survive Tinggal di Rumah Mertua
Sumber |
Bagaimana Survive Tinggal di Rumah Mertua
Whuah..Judulnya sotoy banget nih. Iya, saya juga 'baru' nikah 4 tahun dan tidak tinggal secara kontinyu di rumah mertua, tapi ga ada salahnya berbagi 'kan? Sharing is caring. Siapa tahu ada calon pasutri yang sedang galau karena setelah menikah ada potensi untuk tinggal di Villa Mertua Indah atau Pondok Mertua Indah (PMI, termasuk jokes jadul 90an ne hoaahahahaha).
Memang idealnya setelah menikah sebagaimana dalam hukum adat disebut "mentas dan mencar", yang artinya kira-kira pindah dari rumah orang tua dan tinggal di rumah sendiri dengan mandiri tanpa ditunjang bantuan oleh orang tua lagi. Tidak harus sudah punya rumah sendiri sih, bisa saja menyewa dahulu. Yang penting tidak campur satu rumah. Pameonya "biar merasakan bagaimana rasanya kehabisan garam di dapur (terus berusaha beli sendiri)". Namun seringkali "das sein" tak sejalan dengan "das solen", disebabkan satu dan lain hal, beberapa pasangan 'harus' tinggal di rumah mertua atau disisi lain mengajak mertua tinggal bersama-sama.
Saya sendiri sebenarnya sudah mengetahui bahwa saya akan tinggal di rumah mertua saya setelah menikah. Alasannya cukup kompleks, mulai dari mertua wanita saya yang saat itu sedang sakit (sementara mertua lelaki telah tiada), hingga Belakang Padang yang sering krisis air.
Baca juga: Hujan di Belakangpadang
Nah, bagaimana cara saya yang even have a strained relationship with my own mother can live in a harmony with my mother in laws? Check my step by step out:
1. Niatkan dengan hati yang tulus bahwa selamanya akan menjadi keluarga
Kedengarannya klise. Faktanya begitu kita menikah pasangan, dalam tatanan masyarakat kita sama artinya dengan kita menikahi keluarga suami. Sebagai bentuk bakti dan ibadah, maka seharusnya kita juga melayani mertua layaknya orangtua kita sendiri.
2. Jangan berprasangka atau berasumsi macam-macam
Dengan niat dan hati yang tulus tadi, maka kita jangan terpengaruh dengan stereotipe hubungan mertua-menantu yang selama ini banyak didengungkan khususnya dalam sinetron kita.
Cobalah memandang dari sisi positifnya. Contoh kecil, saat baru pindah jika mertua banyak bertanya tentang diri kita, jangan suudzhon dulu, bagaimanapun mereka ingin mengenal kita dengan jauh lebih baik.
3. Hormati mertua, jaga nama baik dan berikan privasi
Bersikap biasa namun tetap menjaga kesopanan. Selain di dalam lingkup keluarga, bersikap ramahlah pada tetangga di sekitar lingkungan rumah mertua. Bila kita ibu bekerja dan akhirnya terpaksa menitipkan anak-anak padanya, gunakan hari libur kita sebagai hari dimana mertua bebas beristirahat dari 'gangguan' cucu-cucunya.
4. Sadari bahwa setiap keluarga memiliki latar belakang, nilai-nilai yang dianut dan peraturannya masing-masing
Jadi semisal katakanlah kita menikah dengan seseorang yang berasal dari keluarga yang bersuku sama, tetap masih ada kemungkinan untuk kerap terjadi perbedaan pendapat.
Berusahalah beradaptasi dengan segala perbedaan yang ada.
5. Bersikaplah netral
Apabila sedang ada konflik dengan suami, jangan libatkan mertua. Begitu pula sebaliknya, jangan libatkan suami (seandainya) kita berselisih dengan ibunya. Ceritakanlah permasalahan dari sudut pandang kita dengan terbuka. Biarkan suami menganalisa dan mengambil kesimpulannya sendiri.
6. Luangkan waktu untuk mendengarkannya
Dari mertua kita bisa memperoleh informasi seru mulai dari resep keluarga, rahasia suami di masa kecil hingga hal-hal lainnya. Bonding dari sekedar ngobrol ringan ini bisa semakin mendekatkan kita.7. 'Tebalkan telinga' dan jangan masukkan ke hati
Selama ngobrol, sering merasa di sindir? Ah, balik lagi ke nomor 2, siapa tahu hanya kitanya yang lagi sensi. Kalau saya sih prinsipnya sebodo teuing juga. Selama tidak melanggar syariah ya.. Begitupun sebaliknya, jangan curhat sembarangan termasuk di media sosial tentang keluarga kita. Siapa tahu ada kenalan yang membaca dan menyampaikan ke mertua. Di jamin kehidupan akan semakin ruwet.
Curhat boleh-boleh saja, pada teman dekat, atau lebih aman membuat akun anonim dan bergabung dengan grup
Curhat boleh-boleh saja, pada teman dekat, atau lebih aman membuat akun anonim dan bergabung dengan grup
8. Last but not least, banyak-banyak istighfar dan berdoa memohon agar diberi keluarga yang rukun dan bahagia
Bila kita tetap berusaha menjadi diri kita yang terbaik, biarlah waktu yang membuktikan.
Setelah selama ini tinggal bareng mertua, ternyata saya merasakan lebih banyak senangnya lho. Meski hanya dua tahun merasakan memiliki ibu mertua kandung (Alfatiha untuk almarhumah), tetapi dua bibi suami tinggal berdekatan dan beberapa saudara ipar. Dari mereka saya belajar banyak, mulai dari trik memasak, mengurus rumah, nilai-nilai kehidupan yang agak berbeda dari apa yang selama ini saya pelajari di rumah sendiri.
Misalnya saya belajar menjahit dari seorang kakak ipar. Dulu sudah pernah saya ceritakan di sini. Belum ada hasil karya spektakuler yang saya hasilkan sih, tapi jadi pengen beli mesin jahitnya dulu, kemudian belajar dengan lebih serius lagi. Sebagai pemula, saya baru dalam tahap pengen beli mesin jahit mini. Turns out it's not expensive at all. Di jual online dengan kisaran harga dibawah Rp 150.000,- saja.
Bagian lain yang paling nyenengin tinggal berdekatan dengan para in laws adalah really takes a village to raise a child. Ada yang membantu mengawasi Ziqri saat bermain atau saya sedang mengerjakan pekerjaan lain. Ada figur yang ikut mendidik dan menasehati anak kita itu sesuatu banget, ternyata. Bonus, limpahan kasih sayang yang diperolehnya.
Jadi, jangan ragu untuk tinggal di rumah mertua. Yakinlah bahwa ini adalah fase kehidupan sementara yang dapat kita lewati dengan penuh senyuman.
Adakah teman-teman yang sedang atau pernah mengalaminnya? Boleh juga berbagi kisahnya di kolom komentar yaaa..
10 komentar
belum punya pengalaman (jelaslah kan belum nikah), tapi dikantor aku ditempatkan dibagian yang mayoritas sepantaran sama ibuku, mungkin beda sih dengan mertua, tapi setidaknya belajar, gimana memperlakukan ibu-ibu ini dikantor, gimana baiknya bercanda dengan mereka, dsb.