Menulis Naskah Kreatif a la Silvarani
Menulis Naskah Kreatif a la Silvarani
Baru saja main ke rumah maya salah satu rekan Travel Blogger Balikpapan, ternyata beliau juga seorang penulis Balikpapan. Keren sekali, Saya jadi teringat di masa kecil pernah ingin menjadi seorang penulis.
Eh, kebetulan beberapa hari sebelumnya saya baru mendaftar kelas dari salah satu komunitas dibawah naungan Kumparan.com. Kalau selama ini Saya lebih banyak mengikuti kelas zoominar dibidang parenting dan bisnis, kali ini saya ikut dari kelas Kumparan Creator. Ternyata seru, pesertanya nyaris 300 orang. Semuanya antusias mengikuti dan mengajukan aneka pertanyaan.
Mengikuti hadist, ikatlah ilmu dengan menulis, maka apa yang saya tangkap akan berusaha saya hadirkan kembali dalam postingan blog ini. Semata-mata sebagai sarana belajar.
Temanya ialah Menulis Naskah Kreatif. Naskah kreatif di sini tidak hanya fiksi novel atau non fiksi artikel, tetapi juga naskah drama, teater bahkan naskah radio atau podcast.
Kelas kali ini diisi oleh Nadia Silvarani Lubis. Salah seorang penulis favorit yang sudah pernah Saya ulas beberapa bukunya di blog ini. Hal yang paling berkesan adalah meski Saya hanya seorang pemenang dari blogtour Ada Apa Dengan Cinta versi novelisasi, ketika mengirimkan buku, ada bonus dari Silva -begitu sapaan akrabnya. Ia menuliskan nama Saya sebelum memberikan tanda tangan lengkap dengan pesan singkat. Sweet banget.
Beliau adalah lulusan Program Studi Sastra Perancis Fakultas Ilmu Budaya dan Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia yang sudah banyak menelurkan karya tulis baik naskah original maupun adaptasi dari naskah film layar lebar. Adaptasi dari film selain AADC ada Super Didi, 3 Srikandi, LDR 1 dan 2 serta banyak lagi.
Saya selalu merasa hasil adaptasinya bagus banget, tidak sekedar copy paste dari naskah lalu dijadikan narasi. Lebih dari itu, ada ruh yang ditambahkan sehingga meskipun Kita sudah pernah nonton filmnya tetap merasa penasaran untuk membaca bukunya.
Psst, ternyata sebelum terkenal sebagai penulis novel beliau adalah anggota teater dan sering didapuk selaku penulis naskah drama. Oleh karenanya beliau banyak memberikan tips dan trik bagaimana agar naskah lebih ciamik.
Memang banyak karya yang spontan, tetapi akan lebih mantap sebenarnya kalau Kita menuliskannya dulu dalam bentuk naskah, dialog rinci, lalu reading bersama teman-teman satu projek drama.
Apalagi kalau naskah drama itu dibuat menjadi drama radio atau film pendek di kanal Youtube atau pemutar video lainnya.
Pembeda utama antara menulis novel dengan naskah, kita juga bisa memantau acting teman-teman pemain drama. Saling memberi masukan. Sangat membahagiakan kalau ada teman pemain yang dapat 'feel' dari tokoh yang kita tulis. Berarti chemistry yang kita tulis sampai ke pengkhayatan jiwanya.
Ditambah kita harus lebih banyak berkoordinasi serta kompromi. Misalnya kita menuliskan adegan makan malam di suatu restoran papan atas, setelah dicarikan lokasi oleh tim produksi, ternyata sulit mendapatkan izin atau tim keuangan mengingatkan batasan budget. Mau tidak mau -selama tidak krusial dengan jalan cerita-, Kita harus mau mengganti setting.
Penokohan yang dibuat harus kuat. Tidak ada seorang pun dalam kenyataan yang benar-benar seratus persen baik, begitupula sebaliknya. Seorang perampok pun ternyata menggunakan sebagian besar hasilnya untuk membiayai sekolah anaknya, maka dari sudut pandang si anak, Ia adalah ayah yang baik. Sementara seorang yang terkenal baik dan dermawan bisa saja menyimpan suatu rahasia.
Gaya bahasa yang digunakan juga disesuaikan dengan target pembaca. Dalam suatu adegan yang sama : seorang senior di merasa jalannya terhalang oleh sekumpulan junior bisa memiliki arti yang berbeda jika tone dan nada yang ditampilkan berbeda.
Adegan 1 : "Woy, Minggir Lu nutupin jalan Gue"
Adegan 2 : "Maaf, permisi ya dik, Saya mau lewat"
Nah, antara adegan 1 dan 2 terlihat jelas perbedaannya. Yang pertama cenderung informal, cocok untuk tatanan sekolah menengah, sementara kesan formal dan dewasa dari adegan 2.
Apa Sih Serunya Menulis Menurut Silvarani ?
1. Menyalurkan Hobby Menulis
2. Dapat Menjadi Siapapun
3. Mengisi Waktu Luang
4. Ada Sesuatu yang Bisa Dinikmati Siapapun
5. Mendapat Teman dan Relasi Baru
6. Banyak Tantangan
Uwow sekali bukan?
Apalagi bagian yang bisa menjadi siapapun. Asal didukung dengan riset yang baik, apa yang kita bagikan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan untuk para pembaca.
Jadi jangan pikirkan bagian cuan-nya dulu, yang penting mulai saja menulis.
Apa Yang Diperlukan Untuk Menulis ?
1. Ide
Dalam hal ini terserah kepada Kita selalu penulis, apakah akan memilih ide dari genre yang populer atau tetap idealis. Tentu, dengan segala konsekuensinya.
Saat genre yang sedang ngetop adalah drama remaja, ikut bersaing artinya akan ada banyak calon penikmat potensial namun tingkat persaingan tinggi. Pun sebaliknya, jika tertarik membuat drama historis, bisa saja kurang laku atau justru kita akan membuat pangsa pasar baru
2. Buat Konsep dalam Bentuk Corat-coret
Misalnya selama proses menovelisasi "Ada Apa dengan Cinta", Silva pada awalnya mencatat seluruh dialog pemain. Kemudian, Ia banyak mengeksplor karakter tokoh Rangga dan Alya. Keluarga Rangga yang rumahnya tiba-tiba dilempar bom Molotov dan Alya yang mengalami kekerasan orang tuanya. Secara rinci diceritakan sudut pandang Alya yang merasa sedih dan sakit hati, ketika Ia sedang menceritakan segalanya kepada para sahabatnya.
Lakukan penulisan secara konsisten, dengan jadwal yang sebaiknya tidak terlalu lama berselang. Bukan apa-apa, dikhawatirkan Kita sendiri keburu lupa aneka detil kecil yang kita sematkan pada karakter, settingan atau hal lain yang kita tulis. Dan konsistensi ini merupakan tanggung jawab kita selaku penulis. Editor seharusnya hanya mengkoreksi tanda baca dan keselarasan alur cerita.
3.Tingkatkan Panca Indera
Mulai banyak melakukan observasi. Lakukan riset bisa secara langsung atau di era digital kita bisa memanfaatkan teknologi.
Lebih banyak membaca, menonton YouTube hingga mendengarkan pidato yang sesuai tema cerita yang sedang dikembangkan. Silva mencontohkan, saat Ia sedang stuck mengerjakan buku Love In Kyoto maka Ia akan menuju restoran Sushi demi mendapatkan feel dan ide baru kegiatan yang berkaitan dengan tokoh dalam buku itu kelak.
4. Keberanian
Untuk mengajukan tulisan misalnya novel pada calon penerbit. Jangan mudah menyerah. Bila suatu penerbit menolak, bisa jadi rezeki berada di penerbit lain yang bahkan lebih besar dan terkenal.
Keberanian juga diperlukan agar kita siap menghadapi review baik dari editor hingga setelah diterbitkan oleh para pembaca. Silva berpesan agar kita siap menerima segala masukkan yang baik dan skip sesuatu yang hanya bertujuan menjatuhkan alias ngata-ngatain oleh netizen yang maha benar.
5. Berdoa
Agar selalu bisa memberi manfaat bagi pembaca dan selalu bersikap rendah hati.
Kegiatan ditutup dengan sesi tanya jawab dan quote yang manis dari Silva.
Pesan terakhir dari Silva untuk para penulis wannabe : Setiap penulis memiliki rezekinya masing-masing. Ada yang setiap bukunya diterbitkan langsung dibeli hak cipta untuk diadaptasikan menjadi film layar lebar atau serial. Ada yang bisa bertemu dengan para pembaca yang bisa jadi sahabat nongkrong. Ada yang progressnya tidak cepat tetapi harus tetap disyukuri, artinya kita harus berusaha memberikan sesuatu yang lebih baik.
11 komentar