Review Buku Masjid Ramah Anak, Sebagai Tempat Edukasi Generasi Islami

Review buku mesjid ramah anak

Pro Kontra Membawa Anak Kecil Ke Mesjid

Sebelum memasuki bulan Ramadan yang lalu saya menanggapi satu postingan di sebuh komunitas muslim di aplikasi X (dahulu Twitter). Pada intinya sender merasa keberatan apabila ada anak yang dibawa ke mesjid hingga menggangu kenyamanan bahkan kekhusukan jamaah lain.

Sebagai seorang Ibu dengan dua orang anak lelaki yang jarang ada masa kalemnya, saya menjawab berdasarkan pengalaman pribadi :

Sayangnya sender masih terus mencecar, ketika akan menanggapi lagi, saya merasa kehabisan energi untuk menjelaskan lebih mendalam. Terlebih sudah ada beberapa pengguna X lain yang mencoba memberikan sudut pandang sesuai pengetahuan dan pemahaman mereka yang lebih mendalam terhadap Kaidah Islam. Namun sesungguhnya saya merasa kepikiran. Jangan-jangan banyak yang sependapat dengan pemilik akun X tersebut, bahwa lebih baik jangan membawa anak ke mesjid daripada menggangu jamaah lain.

Lagipula pendapat saya jelas subjektif karena hanya berdasarkan pengalaman -Alhamdulilah- di Pulau asal suami adalah daerah yang masih kental budaya Islami. Anak saya yang sulung sudah terbiasa dibawa ke mesjid sejak berusia 1,5 tahun, berdua saja dengan ayahnya sewaktu Shalat Maghrib. Saya jarang ikut serta karena di waktu tersebut saya harus bergegas mandi (dan shalat) setelah menjaganya dan mengurus pekerjaan rumah tangga seharian tanpa asisten.

Saya pun mengingat kembali beberapa nasehat dari ustadz M. Rohman, M.Pd, salah seorang pengajar dan pendakwah di Yayasan Islam tempat saya pernah mengajar dulu. Bahwa tidak apa-apa membawa anak yang paling petakilan sekalipun (seperti sulung saya) ke mesjid. Justru dengan  mengamati dan terbiasa berinteraksi dengan orang yang lebih besar darinya lama kelamaan si anak akan paham adab di mesjid. Dan nasehat tersebut benar adanya. Anak sulung saya paling baik budi saat di mesjid. Hoahahaha

Saya juga nonton kembali di YouTube beberapa kajian ustadz yang menguatkan pendapat tersebut Dan sungguh senang sekali, saat mengetikan kata kunci Mesjid dan Anak di Aplikasi Ipusnas, Saya menemukan Buku "Masjid Ramah Anak, Mesjid Sebagai Tempat Edukasi Generasi Islami"

Review buku mesjid ramah anak

Spesifikasi Buku
Judul : Masjid Ramah Anak, Sebagai Tempat Edukasi Generasi Islami
Penulis : Suryani Wardah
Penerbit : Edwrite Prima Indonesia
Tahun terbit : 2023
Tebal : ix + 318 halaman
QRSBN : 62-0085-00639-5

Setiap orang tua mendambakan memiliki anak yang sholeh dan sholehah. Benar saat ini semuanya termasuk pendidikan agama Islam sudah dapat diperoleh melalui pendidikan dini melalui pembelajaran di rumah bahkan formal melalui sekolah atau madrasah. Tetapi masjid bagaimanapun tetap pusat pendidikan dan pengembangan agama Islam itu sendiri. Mampukah kita, para orang tua mencetak generasi penerus yang selalu mencintai dan selalu memakmurkan masjid?

Masjid adalah pusat peradaban, berkah keberadaan masjid bukan hanya bagi orang Islam saja tetapi bagi seluruh makhluk hidup.

Tidak   hanya   menjadi   tempat   ibadah,   tetapi   juga   menjadi   pusat pembelajaran  agama,  ilmu  pengetahuan,  dan  keterampilan.  Di  masa Rasulullah adan para sahabiyah, di mesjid para  pelajar  belajar  berbagai  aspek  keagamaan,  seperti  tafsir  Al - Quran,  hadis,  fiqh  (hukum  Islam),  sejarah  Islam,  dan  banyak  lagi. Dengan adanya sekolah dan kampus di dalam masjid, tempat ibadah tersebut menjadi pusat yang memajukan pendidikan dan pengetahuan di   komunitas   Muslim (Halaman 20)

Untuk mencapainya, erat sekali dengan mewujdukan konsep masjid ramah anak. Di Indonesia hal ini telah lama didengungkan. Kementerian agama Republik Indonesia sebenarnya juga telah merilis pedoman tentang masjid ramah anak

Buku ini memuat pedoman tersebut, terbagi dalam tujuh BAB. Dibahas dengan sangat runtut dan baik sekali, lengkap dengan contoh nyata di beberapa Masjid yang telah menjadi Mesjid Ramah Anak.

Pertama kita diberikan gambaran bagaimanakah masjid yang ramah anak itu? 

Masjid   yang   ramah   anak   adalah   masjid   yang   menciptakan lingkungan  yang  nyaman,  aman,  dan  mengakomodasi  kebutuhan anak - anak (Halaman 26)

Rasulullah  SAW  adalah  orang  yang  paling   mengetahui   cara   memakmurkan   rumah   Allah.(halaman 5)

Sikap lemah lembut Rasulullah kepada anak kecil dapat diambil hikmahnya melalui hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Syaddad.

Beliau menceritakan suatu saat ketika Rasulullah SAW sedang mengimami para sahabat dalam  shalat,  beliau  membawa  cucunya  yang  masih kecil, Hasan dan Husein. Saat akan memulai shalat, beliau meletakkan cucu tersebut di depannya.Namun, ketika sampai pada sujud, Rasulullah SAW memperpanjang sujudnya,  Abdullah  bin  Syaddad mengangkat  kepalanya  dan  melihat cucunya  Rasulullah  berada  di  atas  punggung  Rasulullah SAW.  Setelah shalat  selesai,  para  sahabat  bertanya, "Wahai  Rasulullah,  mengapa engkau sujud begitu lama?  Kami mengira bahwa engkau menerima wahyu

Rasulullah menjawab, "Bukan, hanya saja cucuku ini naik ke  punggungku.  Aku  tidak  ingin  menurunkannya  dengan  segera hingga dia merasa puas." (HR Ahmad, Nasai, dan Hakim). (halaman 20-21)

Rasulullah SAW memberikan contoh bahwa kita seharusnya  tidak  marah  atau  memarahi  anak - anak  yang  hadir  di masjid,   melainkan   memberikan   pengertian,   kasih   sayang,   dan dukungan dalam menghadapi ibadah dan pembelajaran agama

Sebagai  orang  dewasa,  kita  harus  tetap  bisa  memaklumi perilaku  anak - anak  di  masjid,  sambil  memberikan  nasihat dengan lemah lembut. Kita perlu menyadari bahwa anak - anak adalah individu yang sedang  belajar  dan   mengenal  dunia,  termasuk  pengenalan terhadap  lingkungan  masjid.  Memberikan  nasehat  dengan  lemah lembut akan membantu menanamkan cinta pada masjid sejak dini.

Jika kita berteriak atau membentak anak - anak yang bermain di masjid, itu bisa berakibat buruk, seperti menimbulkan trauma pada anak dan membuat mereka enggan ke masjid di masa mendatang. Jika anak - anak mengalami trauma terhadap masjid, mereka mungkin akan menjauh dari tempat ibadah dan kegiatan keagamaan, yang tentunya akan  menimbulkan  dampak  negatif  bagi  perkembangan  spiritual mereka (Halaman 23-24)

Beberapa ciri Mesjid Ramah Anak :

1. Memiliki area bermain yang memenuhi persyaratan keamanan, pengawasan, aksesibilitas, kebersihan dan kesesuaian usia anak menerapkan etika serta menunjang  lingkungan yang Islami, dan menunjang perlindungan dan privasi.
2. Memiliki program Pendidikan Anak
3. Penjagaan Keamanan
4. Lingkungan yang Bersahabat
5. Program Kegiatan Keluarga
6. Fasilitas Yang Dapat Diakses Anak-anak
7. Pemahaman Yang Toleran dan Inklusif
8.Mengutamakan  kesejahteraan  dan kebutuhan  anak - anak  serta  menciptakan  lingkungan  yang positif  bagi  mereka  untuk  belajar,  bermain, dan beribadah. Dengan demikian, masjid  tersebut     berperan dalam membentuk generasi muda yang berpegang teguh pada nilai - nilai agama.

Kemudian terhadap pendapat yang kontra seperti yang saya ceritakan, di atas buku ini juga mengulas pendapat dari empat orang ulama yang cukup ternama di Indonesia. Ditambah pula ada pendapat dari takmir masjid besar mengenai bagaimanakah seharusnya dan anak-anak di masjid. 

Bab berikutnya mengenai inovasi-inovasi apa sajakah yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan masjid ramah anak. Selanjutnya poin terpenting : siapa saja yang bertanggung jawab langsung akan keberadaan mesjid ramah anak? Tentunya selain pemerintah adalah takmir Mesjid, kita semua sebagai orang tua dan bagian dari masyarakat.

Setelah membaca buku ini, saya semakin yakin ajaklah anak ke mesjid sedini mungkin. Tentunya dengan pertimbangan yang matang. Misalnya usia si anak, kondisi dan kesiapannya beribadah. Salah satu cara ialah dengan melatihnya terbiasa (melihat) shalat di rumah, kemudian diberi penjelasan sesuai dengan usia mengenai adab ketika shalat dan berada di mesjid.

Bila ada yang berpendapat kontra seperti akun X diatas, maka saya akan menyarankan :

1. Diskusikan Dengan Pengurus Masjid

Seandainya di dalam diri memang terdapat sejumlah kegelisahan mengenai hal ini alangkah baiknya jika berusaha mewujudkan Masjid Ramah Anak di masjid sekitar tempat tinggal kita masing-masing. 

Sampaikan usulan tersebut kepada dewan masjid atau takmir. Tujuannya jelas - mungkin tidak dapat dicapai dalam jangka waktu yang singkat- mewujudkan anak-anak yang mencintai masjid dan mengerti bahwa bagaimana adab seharusnya ketika mereka berada di dalam masjid itu sendiri.

Agar jamaah tetap bisa khusyuk, maka ada beberapa langkah yang dibagikan oleh buku ini di halaman 31-33  diataranya memisahkan ruangan bermain anak, memberikan anak-anak waktu khusus dan memilih kegiatan yang sesuai. 

2. Cari Mesjid yang Sesuai Preferensi

Bila memang belum mampu untuk mewujudkan masjid yang ramah anak maka tetapi memiliki kemampuan untuk mengunjungi Mesjid yang lokasinya tidak berdekatan dengan kediaman, lebih baik mencari mesjid yang jarang dikunjungi anak-anak. Terdengar jarang, tetapi saya sendiri memiliki pengalaman demikian. Mesjid yang berada di tengah kampus, misalnya, biasanya dominan diisi oleh para mahasiswa/i yang berusia remaja akhir atau dewasa muda. 

3. Laksanakan Shalat di Rumah Saja

Saya yakin segala sesuatu bernilai ibadah jika diawali dengan niat yang tulus. Jadi, daripada tetap shalat di mesjid namun ternyata dalam hati mendongkol pada anak-anak, lebih baik laksanakan shalat di rumah saja, terutama apabila pengirim utas di X tersebut adalah seorang wanita.