Pubertas : Orang Tua Bijak, Anak Bersahaja
Hai Assalamu'alaikum
Ketika menemani anak saya belajar menjelang ujian tengah semester, saya menyadari bahwa kini topik pubertas telah masuk dalam buku Ilmu Pengetahuan Alam dan sosial kelas V dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek (namanya saat itu).
Dalam buku yang digunakan sebagai buku ajar Kurikulum Merdeka ini, Pubertas dikaitkan langsung dengan topik Bagaimana Aku tubuh besar dalam BAB Bagaimana Kita Hidup dan Bertumbuh.
Buat saya, merupakan suatu kemajuan yang sangat berarti mengingat di angkatan saya dulu informasi mengenai hal ini terbilang sangat minim. Pembicaraan mengenai pubertas dan seksualitas pada umumnya masih dianggap tabu.
Beruntunglah, saya terakhir dari Ibu yang merupakan seorang bidan. Sehingga pembicaraan dilakukan di rumah dengan bahasa yang lebih lugas dalam konteks pembelajaran.
Saya tidak dapat membayangkan seandainya dulu tidak mengalami pembicaraan yang mendalam dengan kedua orang tua saya, betapa menantangnya menghadapi masa puber. Perubahan fisik dan emosi yang gampang naik turun, asli bikin bingung!
Sekarang saya sendiri telah menjadi orang tua, dengan anak yang saat ini bisa dibilang berusia pra remaja. Seiring pertumbuhannya, ada banyak hal yang sedang dialami dan mungkin bagi anak saya sulit dimengerti dan masih ingin Ia cari tahu lagi. Meskipun telah mendapatkan informasi dari sekolah dan guru, tanggung jawab terbesar tetap berada di orangtua. Kita harus bijaksana mempersiapkan mereka melalui masa transisi ini.
Memahami Pubertas
Hormon adalah zat yang dibentuk oleh bagian tubuh tertentu dalam jumlah kecil dan dibawa ke seluruh tubuh serta mempunyai pengaruh tertentu pada bagian tubuh yang lain.
Pada saat mengalami masa pubertas, perubahan yang terjadi pada diri kita tidak hanya dalam aspek fisik tetapi juga di bidang emosi dan sosial.
Secara umum anak perempuan mengalami perubahan ini pada usia 11 sampai 14 tahun sedangkan anak laki-laki sebagian besar pada usia 12 sampai 15 tahun.
Perubahan Fisik
Tubuh akan tumbuh signifikan, terlihat menjadi lebih tinggi serta di wajah mulai muncul adanya jerawat.
Masa puber anak laki-laki dimulai dengan bertumbuh fungsinya organ-organ reproduksi.
Ciri kelamin sekunder yang muncul antara lain Dada menjadi lebih bidang dan lebar suara berubah menjadi berat dari yang melengking menjadi lebih rendah dan berat. Pita suara semakin memanjang dan menebal sebagai akibat peningkatan hormon Androgen.
Selain itu tampak tumbuhnya rambut pada bagian ketiak dan sekitar kemaluan serta adanya jakun.
Kemudian perubahan primernya adalah ditandai dengan mimpi basah yaitu di malam hari keluarnya sperma yang dihasilkan oleh Testis.
Bagi anak perempuan diawali dengan perubahan ciri kelamin sekunder, antara lain Payudara dan Pinggul semakin membesar suara menjadi lebih lembut serta tumbuh rambut pada sekitar Ketiak dan kemaluan.
Dua atau tiga tahun setelahnya, akan resmi memasuki masa puber dengan berfungsinya organ-organ reproduksi ditandai dengan Haid atau Menstruasi.
Perubahan Emosi
- Perubahan suasana hati atau mood yang mendadak
- Lebih memperhatikan penampilan
- Sering memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya
- Mudah mengalami stress atau keresahan yang berlebihan
- Ingin mencoba banyak kegiatan atau aktivitas baru
- Merasa ingin diperhatikan oleh orang lain terlebih oleh lawan jenis
Perubahan Sosial
- Lebih lebih sering berbeda pendapat bahkan hingga menimbulkan pertengkaran dengan saudara atau bahkan orangtua
- Ingin diterima oleh teman-teman sebaya dan lingkungan
- Menginginkan kebebasan dalam mengambil keputusan
- Mempertanyakan peraturan yang ada di rumah dan sekolah
Apa yang bisa kita lakukan selaku orang tua?
1. Mencari Informasi sebanyak-banyaknya
Meskipun kita sendiri telah melalui masa-masa tersebut bukan artinya kita telah memiliki pengetahuan yang mumpuni. Terlebih sekarang zaman telah mengalami perubahan yang begitu pesat. Tidak ada salahnya Saya mencari informasi mandiri melalui buku-buku ataupun internet kita pun bisa berdiskusi dengan dokter anak maupun psikolog. Banyak aplikasi kesehatan online yang bisa mengakomodir hal tersebut
2. Mempersiapkan Anak Dengan Memberikan Pendidikan Seksualitas
Sebenarnya sex education harus diberikan sesuai tahapan perkembangan usia anak. Misalnya anak yang berusia batita sudah mulai diajari bagian mana dari anggota tubuhnya tidak boleh disentuh oleh orang lain.
Namun tentu saja tidak ada kata yang terlambat, kita bisa memberikan pemahaman pada anak apa yang sedang terjadi pada diri mereka dengan bahasa yang lebih mudah dipahami. Pengetahuan berbasis keagamaan juga sangat mendukung. Dalam agama Islam dikenal dengan nama Tarbiyah Jinsiyah. Saya sempat mengikut kelasnya di Bengkel Diri -sebuah komunitas Islami yang diasuh oleh seorang mompreneur Ummu Balqis (Instagram: @UmmuBalqis.blog) beberapa tahun yang lalu.
Jelaskan kepada anak, secara fisik yang sedang terjadi pada tubuh mereka dan mengapa masa pubertas harus dilalui. Buku penunjang dengan topik yang sesuai, seperti buku pelajaran ini sangat membantu.
Tujuannya agar anak dapat menjadi manusia dewasa yang lebih siap untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.
3. Berikan Dukungan Dan Privasi
Dukungan material bisa kita berikan misalnya dengan mempersiapkan menstrual pad / pembalut untuk anak perempuan. Ada juga beberapa keluarga yang memang merayakan secara simbolik ketika anak perempuannya mengalami haid pertama.
Tetapi yang paling dibutuhkan adalah dukungan secara emosional. Pastikan kita selalu hadir untuk mendengarkan curahan hati mereka dan membimbing sehingga anak tidak sampai kebingungan.
Tetap berikan privasi agar mereka lebih leluasa.
4. Jadilah Contoh
5. Waspadai Pubertas Dini atau Keterlambatan Datangnya Pubertas
Penyebab maraknya pubertas dini ini masih dalam penelitian para ahli, beberapa faktor yang diduga kuat menjadi pencetus ataupun pendorong :
- Obesitas
- Tidur kurang dari 9 jam perhari untuk anak dibawah usia 7 tahun
- Paparan asap rokok
- Ibu juga mengalami pubertas dini
- KDRT menyebabkan ketidakstabilan psikologis
- Paparan disruptor Endokrin (bahan berbahaya dari lingkungan yang bisa diserap tubuh hingga menyebabkan hormon Endokrin tak stabil. Misalnya dari zat pewarna makanan, dan lain sebagainya)
- Pengaruh blue light dari paparan gawai (yang akan menurunkan produksi hormon melantonin dan pada akhirnya mempengaruhi hormon pertumbuhan) sosial media atau tontonan yang tidak sesuai umur anak
Beberapa resiko akibat pubertas dini adalah:
- Pertumbuhan yang terhambat karena pubertas ini mengakibatkan pertumbuhan tulang yang lebih cepat merapat.
- Ketidakseimbangan hormon yang muncul lebih awal mengakibatkan berbagai resiko gejala kesehatan di masa yang akan datang misalnya Sindrom Ovarium Polikistik / PCOS pada wanita, kanker, tumor dan lain sebagainya.
Begitu pula apabila anak telah melewati usia kewajaran dari seharusnya mendapatkan haid atau mimpi basah, bawalah ke tenaga ahli.
Pengalaman dari orang terdekat, anak perempuan salah seorang rekan kerja saya sempat mengalami gejala pubertas dini. Di usianya kala itu yang masih berusia enam tahun, payudaranya telah nampak mengalami pertumbuhan. Setelah dibawa periksa secara mendalam maka anak teman saya tersebut mendapatkan pengobatan teratur disertai dengan beberapa wejangan. Diantaranya untuk mengurangi konsumsi makanan yang berpeluang meningkatkan ketidakstabilan hormon seperti makanan berpengawet. Selain itu ada juga harus mengulangi dirinya dari paparan hal-hal yang mempercepat pertumbuhan mental menjadi lebih cepat dewasa.
Demikianlah reminder bagi diri saya sendiri di masa akan menghadapi anak sulung saya akan mengalami pubertas. Yuk, semangat jadi orang tua yang bijaksana agar anak bisa melalui masa transisi ini dengan bahagia dan bersahaja.
Posting Komentar